Delegasi Afganistan bersama pimpinan Berghof Foundation Jerman, berkunjung ke Aceh Jumat, (24/11/2017). |
BANDA ACEH | Delegasi Afganistan bersama pimpinan Berghof
Foundation Jerman, berkunjung ke Aceh Jumat, (24/11/2017).
Kepala
Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh Mulyadi Nurdin mengatakan, Kunjungan delegasi Afganistan tersebut dilakukan dalam rangka mempelajari
perdamaian di Aceh.
Mulyadi menambahkan, Berghof Foundation sedang melakukan upaya penyelesaian
konflik di Afghanistan, didukung oleh Pemerintah Jerman dan ingin mempelajari
langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia serta Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) sehingga bisa lahirnya perjanjian damai di Helsinki, Finlandia
pada 15 Agustus 2005.
Lanjutnya, Delegasi Tinggi dari Afghanistan tertarik untuk
mempelajari cara penyelesaian konflik Aceh, sehingga ingin menggali informasi
tersebut dari para pihak yang terlibat dalam proses perdamaian di Aceh,
terutama juru runding yang melahirkan MoU Helsinki.
Mulyadi
Nurdin menambahkan bahwa pada prinsipnya Pemerintah Aceh siap berbagi
pengalaman dengan Afganistan dalam menyelesaikan konflik di negara tersebut.
Menurut
Mulyadi, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sangat peduli dengan isu perdamaian
dunia, sehingga kunjungan delegasi Afganistan ke Aceh merupakan langkah sangat
tepat, karena penyelesaian konflik Aceh merupakan salah satu yang paling cepat
di dunia, setelah mengalami konflik lebih dari 30 tahun.
“Gubernur
Irwandi berulang kali menyatakan ingin berbagi pengalaman tersebut dengan
dunia”, ujar Mulyadi Nurdin.
Dalam
sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Umum, Saidan
Nafi, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, menceritakan secara singkat tentang konflik
panjang yang terjadi di Aceh.
Konflik
berkepanjangan tersebut telah banyak membawa penderitaan bagi masyarakat Aceh,
dan berakibat pada terhambatnya pembangunan Aceh.
“Hal
ini mengakibatkan meningkatnya angka kemiskinan yang berpengaruh pada rendahnya
kualitas hidup masyarakat,” ungkap Gubernur Aceh sebagaimana dibaca Saidan
Nafi.
Tak
ingin kondisi terus berlarut, akhirnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah
Indonesia sepakat untuk membangun dialog guna menciptakan perdamaian. Dialog
antara GAM dan Pemerintah Indonesia itu telah dirintis berkali-kali dan mulai
memasuki tahap intensif sejak tahun 2002.
Musibah
Tsunami yang melanda sebagian besar wilayah Aceh pada tahun 2004, dan
mengakibatkan sebanyak 200 ribu masyarakat menjadi korban dan menimbulkan
kerugian mencapai puluhan triliun rupiah.
Kondisi
itu mendorong GAM dan Pemerintah Indonesia semakin intensif membicarakan
perdamaian karena kedua pihak meyakini, bahwa tanpa perdamaian, tidak mungkin
proses recovery Aceh dapat dilakukan.
“Akhirnya
pada 15 Agustus 2005, secara resmi GAM dan Pemerintah Indonesia menandatangani
perjanjian damai di Helsinki. Sejak saat itu, perubahan besar mulai terjadi di
Aceh hingga akhirnya Aceh dapat terus berkembang seperti saat ini,” sambung
Saidan Nafi.
Pasca
perjanjian damai, pembangunan Aceh semakin meningkat, perdamaian semakin
menguat dan ekonomi masyarakat mulai menunjukkan perbaikan yang menjanjikan.
Hal ini berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan internasional yang semakin
meningkat.
“Minggu
depan, mulai 28 November hingga 5 Desember, di Aceh akan berlangsung event
internasional Sail Sabang yang diikuti para peserta dari berbagai negara. Semua
ini menunjukkan perdamaian Aceh sangat berhasil dan layak menjadi contoh bagi
semangat perdamaian dunia”, kata Saidan Nafi.
Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika banyak delegasi dari sejumlah negara,
diantaranya Myanmar, Filipina, Thailand, India dan Khasmir, serta beberapa
negara Afrika datang untuk mempelajari perdamaian di Aceh.
“Meski
sejarah konflik Aceh tidak sama dengan konflik Afghanistan, ada beberapa metode
yang bisa dijadikan pembelajaran,” ungkap Saidan.
Turut
hadir dalam kegiatan tersebut para mantan juru runding perdamaian Aceh yang
terlibat langsung saat proses dialog di Helsinki pada tahun 2005, di antaranya
Bakhtiar Abdullah, Nur Juli, Shadia Marhaban dan Munawar Liza. Hadir juga para
pejabat Pemerintah Aceh, tokoh perwakilan Forkopimda Aceh, serta sejumlah tokoh
masyarakat. [Rls/Red]
Post a Comment