BANDA
ACEH | Seratusan Pemuda dan Mahasiswa Asal Aceh Selatan d yang tergabung dalam
Gerakan masyarakat Tolak Tambang (GATOT) Aceh Selatan, menggelar aksi unjuk
rasa menolak dan mencabut izin tambang dan kayu di Kabupaten Aceh Selatan, di
Simpang Lima Banda Aceh, Selasa (30/5/2017).
Koordinator
lapangan GATOT Adly Gunawan dalam orasinya menjelaskan bahwa kemukiman
Menggamat sejak tahun 2009 hingga 2012 dikenal dengan wilayah petro-dolarnya
Aceh Selatan, karena terdapat beberapa perusahaan pertambangan yang
mengekploitasi bahan mineral emas dan biji besi.
"Selama
empat tahun PT Pinang sejati Utama (PSU) dan PT. Beri Mineral Utama(BMU)
beroperasi, belasan Hektar tanah gunung di desa Simpang Tiga dan Desa Simpang
Dua mengambil batu biji besi dan emas,Puluhan hektar hutan lindung di babat
yang mengakibatkan kerusakan lingkungan terparah dalam sejarah Aceh Selatan,
sehingga wilayah itu dilanda banjir dan tanah longsor setiap kali di guyur
hujan lebat," ujarnya.
Menurutnya,
kondisi ini terus bertambah parah dan mengancam masyarakat Aceh Selatan
khususnya wilayah Manggamat yang merupakan sumber aliran sungai ke wilayah Aceh
Selatan secara keseluruhan. "Selain itu kerusakan Daerah Aliran Sungai
Kluwat (DAS) mengancam penduduk yang berada di bantaran sungai, ada beberapa
hal yang telah dilanggar oleh perusahaan tambang biji besi, emas dan kilang
kayu yang saat masih beroperasi," tambahnya.
Ironisnya
lagi, kata orator lainnya, disaat kondisi Kluet Tengah memprihatinkan,
dikeluarkan izin tambahan untuk pertambangan bijih besi yaitu PT. BMU dan
pengolahan kayu yaitu PT. IGU. Kondisi yang menyedihkan disaat Manggamat dan
daerah aliran sungai tersebut menanggung bencana, pemkab Aceh Selatan bungkam
begitu saja. "Kita kecewa dengan sikap pemkab yang seakan merasa tak
bersalah dan tidak mau tau terkait kepedihan masyarakat tersebut," teriak
salah satu orator.
Dikatakannya,
perusahaan tersebut diduga sudah Undang Undang nomor 41 tahun 1999 pasal (38)
ayat (4), Peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia
nomor: P.13 /Menlhk- II/2015, Peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan
Republik Indonesia nomor: P.13/Menlhk-II/2015 dan aspek lain yaitu melanggar
peraturan menteri kehutanan Republik Indonesia nomor : P91/MENHUT-II/2014
tentang penataan usaha hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara jo
P.27/MenLHK-Setjen/2015 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan nomor
P.91/Menhut-II/2014 tentang penataan usaha hasil hutan bukan kayu yang berasal
dari hutan negara.
Dalam
aksi tersebut, Gabungan mahasiswa menuntut dan mendesak agar:
Menteri
Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk segera menurunkan tim monitoring ke daerah
pertambangan Aceh Selatan, dan Mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, bersama
Pemerintah Aceh untuk mencabut izin Multi Mineral Utama (Emas), PT. Beri
Mineral Utama (Biji Besi), PT. Pinang Sejati Wati (Biji Besi) PT. Pinang Sejati
Utama (Biji Besi), KSU. Tiega Manggis ( Biji Besi), PT. Isian Gencana Utama
(kayu). KSU. Ni’mat Sepakat (Biji Besi) yang berada dalam kawasan Kluet Tengah,
Sawang, Pasie Raja. Selanjutnya Menuntut Perusahaan Tambang merehabilitasi
kembali dampak kerusakan lingkungan di Kecamatan Kluet Tengah, Pasie Raja dan
Sawang. Serta Mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk memerintahkan
perusahaan menarik semua alat berat dan penunjang operasional tambang dari
daerah kami, Jika tuntutan kami di akomodir, maka segala sesuatu yang terjadi
nantinya adalah tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan Pemerintah
Aceh.
Post a Comment